Minggu, 12 Juni 2011

Agribisnis; Teori dan aplikasi (Agribusiness; Teory and practice

13 Juni,2011
By Yohanes Bea


Kondisi perekonomian Indonesia mulai bergeser dari dominasi sektor primer khususnya pertanian digantikan dengan sektor lain. Oleh karenanya perkembangan sektor pertanian dan industri menjadi saling mendukung, karena adanya kemauan politik (political will) pemerintah yang mengarahkan perekonomian berimbang. Namun peranan pertanian masih dominan dan mempunyai nilai tambah yang lebih tinggi dengan meningkatkan peran penting agroindustri dan agribisnis.


Konsep Agribisnis
Agribisnis sering diartikan sempit, yaitu perdagangan atau pemasaran hasil pertanian. Padahal konsep agribisnis adalah utuh, mulai dari proses produksi, pengolahan hasil, pemasaran dan aktivitas lain yang berkaitan dengan kegiatan pertanian. Agribisnis dapat berkembang di Indonesia karena kondisi daerah yang menguntungkan, antara lain: lokasinya di garis khatulistiwa, berada diluar zona angin taifun, tersedianya sarana dan prasarana pendukung berkembangnya agribisnis, dan kemauan politik pemerintah untuk memberikan prioritas. Hambatan dalam pengembangan agribisnis di Indonesia terletak pada berbagai aspek, antara lain: Pola produksi terletak di lokasi yang berpencar, sarana dan prasrana belum memadai di luar Jawa, biaya transportasi menjadi lebih tinggi, adanya pemusatan agroindustri di kota-kota besar, dan sistem kelembagaan kurang mendukung berkembangnya kegiatan agribisnis. Dengan adanya persaingan yang ketat terhadap pemasaran hasil pertanian di pasaran dunia, menuntut peranan kualitas produk, dan kemampuan menerobos pasar dunia.
Pentingnya Sektor Pertanian
Agar sasaran pembangunan pertanian mempunyai kontribusi yang nyata, maka upaya khusus perlu dikembangkan, yaitu; tetap memperhatikan prinsip keunggulan komparatif; meningkatkan keterampilan masyarakat setempat; meningkatkan kesinambungan pasokan bahan baku; menyediakan fasilitas kredit serta pelayanan yang memadai. Pengembangan sektor pertanian diperlukan konsep agribisnis, yaitu memproduksi hasil pertanian yang mempunyai keunggulan komparatif (prospek ekspor) dan perwilayahan (pengembangan komoditi berdasarkan potensi wilayah), memprosesnya dan selanjutnya memasarkan untuk konsumsi lokal dan ekspor. Untuk itu diperlukan fasilitas pendukung peningkatan produktivitas pertanian, permodalan atau perbankan yang mendukung berkembangnya industri pengolahan hasil pertanian dan perluasan pasar


PENGEMBANGAN AGRIBISNIS DALAM PERSPEKTIF PEMBANGUNAN PERTANIAN YANG BERKELANJUTAN
Banyak dijumpai kasus petani yang selalu berganti tanaman karena dianggap terlalu lama menghasilkan keuntungan atau yang pindah ke kota besar untuk mengadu nasib demi pendapatan yang lebih besar. Pada dasarnya yang dilakukan adalah untuk memaksimalkan pendapatan berdasarkan penguasaan sumber daya yang terbatas. Yang diandalkan adalah asas profit maximization yang biasanya dicirikan oleh:
1. Cepatnya mengadopsi inovasi sehingga disebut early adapters, yaitu golongan petani maju yang tingkat sosial ekonominya baik.
2. Derajat kosmopolitasnya tinggi dengan mobilitas yang cepat dalam memperoleh informasi.
3. Berani menanggung risiko.
4. Mampu dan mau mencoba hal-hal atau teknologi yang baru.
Disisi lain ada pula petani yang lamban dalam melaksanakan kemajuan, enggan mencoba teknologi baru dan dikenal dengan istilah petani subsistem yang dicirikan oleh kemauan untuk tujuan memaksimumkan kepuasan (utility maximization) dari pada memaksimumkan keuntungan. Karena kemajuan ilmu dan teknologi dan pembangunan yang sudah menyentuh pedesaan, maka kemudian yang dijumpai adalah golongan petani yang semi-komersial atau semi-subsistem.


1. Agribisnis Dalam Pertanian di Indonesia.
Karena cakupan agribisnis adalah luas dan kompleks, dimulai dengan proses produksi, pengolahan sampai pada pemasaran hasil pertanian termasuk di dalamnya kegiatan penunjang proses produksi, maka agribisnis memegang peranan penting kalau saja pada Pelita V terdapat kondisi perekonomian atau industri yang kuat didukung oleh sektor pertanian yang tangguh. Menurunnya harga di pasaran dunia dan masih tingginya biaya produksi (high cost economy), disebabkan beberapa faktor, antara lain: Pola produksi tidak berkelompok, sarana dan prasarana ekonomi belum memadai, pola agroindustri cenderung terpusat di perkotaan, kondisi geografis berupa kepulauan yang membuat tingginya biaya transportasi, dan sistem kelembagaan yang belum memadai. Dalam kondisi globalisasi ekonomi dunia yang relatif sulit diprediksi, mendorong tiap negara harus mampu mendayagunakan sumberdaya yang dimiliki untuk mencapai daya saing komparatif (comparative advantage) yang tinggi di pasaran internasional. Untuk sektor pertanian, perlu dipikirkan beberapa aspek, yaitu: Pemanfaatan seoptimal mungkin sumberdaya alam yang dimiliki, tanpa harus mengorbankan aspek kelestariannya; Peningkatan pada penguasaan dan pengembangan aspek teknologi (technological endowment); Penguasaan kelembagaan (institutional endowment), dimana petani sebagai produsen harus mampu mengusahakan sendiri produksi pertaniannya, mengolah hasilnya sekaligus memasarkan pada kondisi harga yang menguntungkan; Yang berkaitan dengan kebudayaan (cultural endowment), dimana keberhasilan pembangunan pertanian tersebut salah satunya sangat tergantung dari aspek manusia dan budayanya.
2. Agribisnis dan Pembangunan Pertanian Berkelanjutan.
Perjalanan pembangunan Indonesia sejak Pelita I sampai sekarang mengalami berbagai keberhasilan utamanya sektor pertanian, dimana pada Pelita IV tercatat pertumbuhan ekonomi mencapai 5,1 % per tahun dan sektor pertanian meningkat sebesar 3,4 % per tahun.
Dengan memperhatikan aspek produktivitas, stabilitas, berkelanjutan dan dapat disebarluaskan serta empat aspek lainnya, yaitu pemanfaatan sumberdaya yang efisien, teknologi terkini, institusi dan budaya yang mendukung, maka mempertahankan keberhasilan pembangunan pertanian yang telah dicapai dalam Pelita IV tentu dihadapkan pada berbagai masalah dalam Pelita V. Permasalahan ini akan semakin jelas seirama dengan berkembangnya politik globalisasi ekonomi dunia yang berkembang di berbagai negara.
3. Pokok Perhatian.
Beberapa hal penting yang perlu mendapatkan perhatian dalam agribisnis dan pembangunan yang berkelanjutan pada waktu Pelita V atau setelahnya adalah:
- Peranan sektor pertanian cukup dominan disertai pergeserannya menuju sektor industri perlu diupayakan tanpa harus mengorbankan kepentingan rakyat.
- Peranan agribisnis masih tetap dominan dalam memacu laju pembangunan pertanian, maka seluruh aspek yang mendukung dari produksi sampai pemasaran perlu ditingkatkan.
- Peranan pembangunan berkelanjutan menjadi sangat penting agar sumber alam yang ada dapat dimanfaatkan dalam waktu yang relatif lama.

Pertanian Berkelanjutan adalah Masa Depan Kita

Minggu, 12 Juni 2011

Oleh; Yohanes Bea

Setiap musim tanam selalu saja petani kita “berteriak” memelas karena  pupuk langka. Sering pula hama yang ada berubah makin ganas dan menjadi kebal terhadap “obat” pertanian yang ada. Kemudian, walaupun ada sebagian petani dengan bercocok tanam secara organik, namun ternyata pupuk organik sulit  didapat dan tergantung juga pada produsen pupuk (organik). Ketiga hal ini paling tidak menunjukkan bahwa pola pertanian kita masih jauh dari standar berkelanjutan.  Ada beberapa definisi yang menjelaskan batasan pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture). Secara garis besar Zamor (1995) mengemukakan kriteria sistem pertanian berkelanjutan, yakni:  Keberlanjutan Secara Ekonomi  Pola pertanian yang dikembangkan bisa menjamin infestasi dalam bentuk tenaga dan biaya yang telah dikeluarkan petani, dan hasil yang didapat petani mencukupi kebutuhan keluarganya secara layak. Keberlanjutan ekonomi berarti juga meminimalkan atau bahkan meniadakan biaya eksternal dalam proses produksi pertanian.  Dalam poin keberlanjutan ekonomi ini, masih banyak terlihat bahwa petani (dan pertanian) kita belum sustain secara ekonomi dalam pengelolaan pertaniannya. Sebagai contoh, di lapangan penulis banyak menjumpai petani yang harus (terus-menerus) berutang menjelang musim tanam (untuk biaya produksi dan alat). Ketergantungan petani atas input dari luar (terutama pupuk dan pestisida) adalah bukti paling nyata.  Jadi kita harus memulai (saat ini juga) memperkenalkan kepada para petani kita beberapa alternatif model pertanian, semisal LEISA (Low External Input and Sustainable Agriculture). Dimana dengan LEISA ini kemandirian petani lebih terjamin, selain itu juga ramah lingkungan. Di beberapa tempat lain, system pertanian hutan-tani (agroforestry) justru dapat menjadi jalan keluar.  Keberlanjutan Ekologi  Keberlanjutan ekologis adalah upaya mengembangkan agroekosistem agar memiliki kemampuan untuk bertahan dalam kurun waktu yang lama melalui pengelolaan terpadu untuk memelihara dan mendorong peningkatan fungsi sumber daya alam yang ada. Pengembangan sistem juga berorientasi pada keragaman hayati (biodiversity).  Praktik-praktik budidaya tanaman yang menyebabkan dampak negatif pada lingkungan harus di hindari. Penulis menjumpai di lapangan, bahwa petani sering menyemprot pestisida pabrikan walaupun tidak ada hama. Seolah ada ketakutan yang dalam jika tidak disemprot pastilah akan kena serangan hama. Tanaman melon di Kab Sukoharjo Jateng misalnya, sejak menjelang berbunga hingga menjelang panen, dapat di semprot dengan pestisida hingga tiga kali sehari oleh petani.  Saking akrabnya petani dengan pola asal semprot-semprot ini ditunjukkan dengan kebiasaan mereka menyebut pestisida sebagai obat. Padahal pestisida adalah racun (pest=hama sida=racun) bukan obat. Bahkan banyak pula petugas penyuluh yang menyebut pestisida sebagai obat. Padahal sudah banyak ulasan tentang bahaya residu pestisida terhadap petani, lingkungan dan konsumen.  Hal lain, kebiasaan menyemprot pestisida secara over-dosis ini dapat menyebabkan tumbuhnya kekebalan pada hama yang selamat. Sehingga generasi hama berikutnya tidak lagi mempan disemprot dengan dosis yang sama, atau pestisida yang sama. Di lapangan dijumpai kebiasaan petani meng-oplos berbagai merk pestisida untuk mendapatkan hasil yang lebih ampuh (dalam banyak kasus, justeru penyuluh pertanianlah yang mengajarkan petani akan perihal berbahaya ini).  Selain berkelanjutan secara ekonomi dan lingkungan, syarat mutlak sistem pertanian berkelanjutan adalah keadilan sosial, dan kesesuaian dengan budaya lokal. Yakni penghargaan martabat dan hak asasi individu serta kelompok untuk mendapat perlakuan adil. Misalnya adanya perlindungan yang lebih tegas atas hak petani dalam penguasaan lahan, benih dan teknologi lokal yang sering “dibajak” oleh kaum pemodal.  Sistem yang harus dibangun juga menyediakan fasilitas untuk mengakses informasi, pasar dan sumberdaya yang terkait pertanian. Hal mana harus menjamin “harga keringat petani” untuk mendapat nilai tukar yang layak, untuk kesejahteraan keluarga tani dan keberlanjutan modal usaha tani.  Khususnya akses atas lahan harus kembali dievaluasi dalam rangka menegakkan keadilan, dengan tanpa membedakan jenis kelamin, posisi sosial, agama dan etnis. Contoh adanya ketimpangan keadilan adalah (dalam konvensi di Indonesia?) bila si istri melakukan transaksi hak atas tanah, oleh Notaris akan dimintakan surat kuasa dari suaminya.  Sementara itu, budaya pertanian lokal sering kali dilecehkan. Misalnya, sistem ladang berpindah orang Dayak sering dituduh merusak lingkungan (yang benar, orang Dayak menggilirkan lahan secara berputar/siklus, bukan berladang berpindah-pindah). Padahal sistem itu justeru melestarikan lingkungan dan sudah teruji berabad-abad. Namun kebiasaan orang Dayak  menggulirkan siklus lahan ini dijadikan kambing hitam atas dosa lingkungan dari jaringan penjarah kayu serta penjarah hutan hak ulayat suku.  Praktik Pertanian Berkelanjutan  Sebenarnya, dalam ekosistem terdapat komponen biotik, baik flora maupun fauna yang menyediakan jasa ekologi seperti: Proses dekomposisi bahan organik (daur ulang unsur hara) guna mempertahankan kesuburan tanah. Alam juga telah menyediakan pengatur dan pengendali populasi hama dan penyebab penyakit tanaman. Kemudian, alam menyediakan proses penyerbukan oleh serangga/hewan penyerbuk yang menjaga keberlanjutan reproduksi tanaman.  Kesemua hal di atas itu (anggota penyusun komponen biotik) berinteraksi sesuai proses evolusi ekosistem. Apabila satu komponen hilang akan timbul goncangan ekologi yang ditandai pelonjakan salah satu komponen (misal hama), atau proses perkembangan ekosistem berjalan tidak normal (Misal: karena input pestisida dan pupuk kimia yang ngawur, tanah menjadi tidak gembur karena kehilangan mikroba pengurai).  Indikator sukses  Selama ini indikator sukses pertanian kita adalah sekadar jumlah atau hasil produksi pertanian, untuk memenuhi permintaan pasar. Dalam pertanian berkelanjutan, tujuan yang ingin dicapai bukanlah sekadar target produksi jangka pendek, tetapi lebih ditekankan pada upaya keberlanjutan sistem produksi jangka panjang.  Sehingga inovasi yang dilakukan, dalam pertanian berkelanjutan adalah dalam rangka peningkatan secara optimal proses-proses biologi dan ekologi dalam ekosistem.  Untuk inilah, kini saatnya (terutama) para penyuluh pertanian untuk mengajari petani kita (yang sudah lupa) cara-cara mengembangkan kesuburan tanah, prinsip pengendalian hama alami dan pengoptimalisasi peran musuh alami, pengelolaan tanaman (memilih jenis, pola tanam, mengatur waktu tanam yang tepat) guna memanipulasi interaksi musim-tanaman-hama.  Hal lain, harus dipikirkan pula pengembangan jenis-jenis kultiva tanaman yang tidak rakus pupuk dan relative tahan terhadap hama dan penyakit. Pengembangan varietas unggul lokal (yang sudah beradaptasi sesuai dengan kondisi setempat) perlu dipertimbangkan untuk mendapatkan bibit unggul spesifik lokasi.  Kiranya, masih ada harapan di Indonesia, untuk mempertahankan keberadaan ekosistem pertanian, memelihara potensinya untuk jangka waktu lama, tidak berdampak negatif pada lingkungan dan kesehatan, akan dapat memberi keuntungan terus-menerus (jangka panjang dan turun temurun) pula.

Daftar Pustaka:  Blake, F. 1994. Oerganic farming growing. The Crowood Press Ltd. Wiltshire. U.K.  Fukuoka, M. 1991. Revolusi Sebatang Jerami: Sebuah Pengantar Menuju Pertanian Alami (Terjemahan S. Hardjosoediro), yayasan Obor Indonesia, Jakarta  Zamor,O.B. 1995. Contextualizing the Indicators of Sustainable Agriculture. Working Paper on The Sustainable Agriculture Indicator Workshop on May 30, 1995. SEAMO Regional Centre for Graduade Study and Research in Agriculture.

MEMBANGUN SISTEM AGRIBISNIS

MEMBANGUN SISTEM AGRIBISNIS

Oleh: Yohanes Bea

A. LATAR BELAKANG
Sejak Orde pembangunan dimulai di Indonesia, pemerintah dan rakyat Indonesia telah menetapkan Trilogi Pembangunan Nasional (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, pemerataan pembangunan dan hasil pembangunan, stabilitas nasional yang mantap dan dinamis) sebagai doktrin pelaksanaan pembangunan nasional. Strategi dan kebijaksanaan, program-program pembangunan setiap sektor pembangunan nasional dijiwai dan mengacu pada pencapaian Trilogi Pembangunan Nasional tersebut. Upaya pencapaian Trilogi Pembangunan diwujudkan melalui pembangunan ekonomi dengan titik berat pada pertanian primer.
Selama 25 Tahun pembangunan ekonomi dengan titik berat pertanian berlangsung, pertumbuhan ekonomi mampu mencapai sekitar 7 persen pertahun, laju inflasi dapat dikendalikan dibawah dua digit, swasembada beras tercapai pada tahun 1984, pendapatan perkapita meningkat dari sekitar US $ 70 pada tahun 1969 menjadi sekitar US $ 700 pada akhir PJP I.
Dengan perubahan struktur perekonomian nasional yang demikian, pada tahap selanjutnya prioritas pembangunan ekonomi nasioanl mengalami perubahan. Pembangunan industri yang didukung oleh pertanian yang tangguh menjadi titik berat pembangunan ekonomi nasional. Disini muncul pertanyaan besar, bagaimana wujud pembangunan industri yang didukung pertanian tangguh. Disini dapat diartikan bahwa industri yang perlu dikembangkan adalah industri-industri yang mengolah hasil pertanian primer menjadi produk olahan, yakni agroindustri. Namun sekali lagi adalah bahwa agroindustri tidak mungkin berkembang dan bermanfaat bagi rakyat Indonesia, bila tidak didukung oleh pertanian primer sebagai penghasil bahan baku. Kemudian, pertanian primer tidak akan mampu berkembang bila tidak didukung oleh pengembangan industri-industri yang menghasilkan sarana produksi (industri hulu pertanian). Dan agroindustri, pertanian primer dan industri hulu pertanian tidak dapat berkembang dengan baik bila tidak didukung oleh sektor atau lembaga yang menyediakan jasa yang dibutuhkan.
B. AGRIBISNIS SEBAGAI SUATU SISTEM
Agribisnis sebagai suatu sistem adalah agribisnis merupakan seperangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas. Disini dapat diartikan bahwa agribisnis terdiri dari dari berbagai sub sistem yang tergabung dalam rangkaian interaksi dan interpedensi secara reguler, serta terorganisir sebagai suatu totalitas.
Adapun kelima mata rantai atau subsistem tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Subsistem Penyediaan Sarana Produksi
Sub sistem penyediaan sarana produksi menyangkut kegiatan pengadaan dan penyaluran. Kegiatan ini mencakup Perencanaan, pengelolaan dari sarana produksi, teknologi dan sumberdaya agar penyediaan sarana produksi atau input usahatani memenuhi kriteria tepat waktu, tepat jumlah, tepat jenis, tepat mutu dan tepat produk.
b. Subsistem Usahatani atau proses produksi
Sub sistem ini mencakup kegiatan pembinaan dan pengembangan usahatani dalam rangka meningkatkan produksi primer pertanian. Termasuk kedalam kegiatan ini adalah perencanaan pemilihan lokasi, komoditas, teknologi, dan pola usahatani dalam rangka meningkatkan produksi primer. Disini ditekankan pada usahatani yang intensif dan sustainable (lestari), artinya meningkatkan produktivitas lahan semaksimal mungkin dengan cara intensifikasi tanpa meninggalkan kaidah-kaidah pelestarian sumber daya alam yaitu tanah dan air. Disamping itu juga ditekankan usahatani yang berbentuk komersial bukan usahatani yang subsistem, artinya produksi primer yang akan dihasilkan diarahkan untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam artian ekonomi terbuka
c. Subsistem Agroindustri/pengolahan hasil
Lingkup kegiatan ini tidak hanya aktivitas pengolahan sederhana di tingkat petani, tetapi menyangkut keseluruhan kegiatan mulai dari penanganan pasca panen produk pertanian sampai pada tingkat pengolahan lanjutan dengan maksud untuk menambah value added (nilai tambah) dari produksi primer tersebut. Dengan demikian proses pengupasan, pembersihan, pengekstraksian, penggilingan, pembekuan, pengeringan, dan peningkatan mutu.
d. Subsistem Pemasaran
Sub sistem pemasaran mencakup pemasaran hasil-hasil usahatani dan agroindustri baik untuk pasar domestik maupun ekspor. Kegiatan utama subsistem ini adalah pemantauan dan pengembangan informasi pasar dan market intelligence pada pasar domestik dan pasar luar negeri.
e. Subsistem Penunjang
Subsistem ini merupakan penunjang kegiatan pra panen dan pasca panen yang meliputi :
  • Sarana Tataniaga
  • Perbankan/perkreditan
  • Penyuluhan Agribisnis
  • Kelompok tani
  • Infrastruktur agribisnis
  • Koperasi Agribisnis
  • BUMN
  • Swasta
  • Penelitian dan Pengembangan
  • Pendidikan dan Pelatihan
  • Transportasi
  • Kebijakan Pemerintah
C. STRATEGI PENGEMBANGAN SISTEM AGRIBISNIS
1. Pembangunan Agribisnis merupakan pembangunan industri dan pertanian serta jasa yang dilakukan sekaligus, dilakukan secara simultan dan harmonis. Hal ini dapat diartikan bahwa perkembangan pertanian, industri dan jasa harus saling berkesinambungan dan tidak berjalan sendiri-sendiri. Yang sering kita dapatkan selama ini adalah industri pengolahan (Agroindustri) berkembang di Indonesia, tapi bahan bakunya dari impor dan tidak (kurang) menggunakan bahan baku yang dihasilkan pertanian dalam negeri. Dipihak lain, peningkatan produksi pertanian tidak diikuti oleh perkembangan industri pengolahan ( Membangun industri berbasis sumberdaya domestik/lokal). Sehingga perlu pengembangan Agribisnis Vertikal.
2. Membangun Agribisnis adalah membangun keunggulan bersaing diatas keunggulan komparatif yaitu melalui transformasi pembangunan kepada pembangunan yang digerakkan oleh modal dan selanjutnya digerakkan oleh inovasi. Sehingga melalui membangun agribisnis akan mampu mentransformasikan perekonomian Indonesia dari berbasis pertanian dengan produk utama (Natural resources and unskill labor intensive) kepada perekonomian berbasis industri dengan produk utama bersifat Capital and skill Labor Intesif dan kepada perekonomian berbasis inovasi dengan produk utama bersifat Innovation and skill labor intensive. Dalam arti bahwa membangun daya saing produk agribisnis melalui transformasi keunggulan komparatif menjadi keunggulan bersaing, yaitu dengan cara:
· Mengembangkan subsistem hulu (pembibitan, agro-otomotif, agro-kimia) dan pengembangan subsistem hilir yaitu pendalaman industri pengolahan ke lebih hilir dan membangun jaringan pemasaran secara internasional, sehingga pada tahap ini produk akhir yang dihasilkan sistem agribisnis didominasi oleh produk-produk lanjutan atau bersifat capital and skill labor intensive.
· Pembangunan sistem agribisnis yang digerakkan oleh kekuatan inovasi. Pada tahap ini peranan Litbang menjadi sangat penting dan menjadi penggerak utama sistem agribisnis secara keseluruhan. Dengan demikian produk utama dari sistem agribisnis pada tahap ini merupakan produk bersifat Technology intensive and knowledge based.
· Perlu orientasi baru dalam pengelolaan sistem agribisnis yang selama ini hanya pada peningkatan produksi harus diubah pada peningkatan nilai tambah sesuai dengan permintaan pasar serta harus selalu mampu merespon perubahan selera konsumen secara efisien..
3. Menggerakkan kelima subsistem agribisnis secara simultan, serentak dan harmonis. Oleh karena itu untuk menggerakkan Sistem agribisnis perlu dukungan semua pihak yang berkaitan dengan agribisnis/ pelaku-pelaku agribisnis mulai dari Petani, Koperasi, BUMN dan swasta serta perlu seorang Dirigent yang mengkoordinasi keharmonisan Sistem Agribisnis.
4. Menjadikan Agroindustri sebagai A Leading Sector. Agroindustri adalah industri yang memiliki keterkaitan ekonomi (baik langsung maupun tidak langsung) yang kuat dengan komoditas pertanian. Keterkaitan langsung mencakup hubungan komoditas pertanian sebagai bahan baku (input) bagi kegiatan agroindustri maupun kegiatan pemasaran dan perdagangan yang memasarkan produk akhir agroindustri. Sedangkan keterkaitan tidak langsung berupa kegiatan ekonomi lain yang menyediakan bahan baku (input) lain diluar komoditas pertanian, seperti bahan kimia, bahan kemasan, dll. Dalam mengembangkan agroindustri, tidak akan berhasil tanpa didukung oleh agroindustri penunjang lain seperti industri pupuk, industri pestisida, industri bibit/benih, industri pengadaan alat-alat produksi pertanian dan pengolahan agroindustri seperti industri mesin perontok dan industri mesin pengolah lain. Dikatakan Agroindustri sebagai A Leading Sector apabila memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Memiliki pangsa yang besar dalam perekonomian secara keseluruhan sehingga kemajuan yang dicapai dapat menarik pertumbuhan perekonomian secara total.
b. Memiliki pertumbuhan dan nilai tambah yang relatif tinggi.
c. Memiliki keterkaitan ke depan dan ke belakang yang cukup besar sehingga mampu menarik pertumbuhan banyak sektor lain.
d. Keragaan dan Performanya berbasis sumberdaya domestik sehingga efektif dalam membangun daerah serta kuat dan fleksibel terhadap guncangan eksternal.
e. Tingginya elastisitas harga untuk permintaan dan penawaran.
f. Elastisitas Pendapatan untuk permintaan yang relatif besar
g. Angka pengganda pendapatan dan kesempatan kerja yang relatif besar
h. Kemampuan menyerap bahan baku domestik
i. Kemampuan memberikan sumbangan input yang besar.
5. Membangun Sistem agribisnis melalui pengembangan Industri Perbenihan
Industri Perbenihan merupakan mata rantai terpenting dalam pembentukan atribut produk agribisnis secara keseluruhan. Atribut dasar dari produk agribisnis seperti atribut nutrisi (kandungan zat-zat nutrisi) dan atribut nilai (ukuran, penampakan, rasa, aroma dan sebagainya) serta atribut keamanan dari produk bahan pangan seperti kandungan logam berat, residu pestisida, kandungan racun juga ditentukan pada industri perbenihan. Untuk membangun industri perbenihan diperlukan suatu rencana strategis pengembangan industri perbenihan nasional. Oleh karena itu pemda perlu mengembangkan usaha perbenihan (benih komersial) berdasar komoditas unggulan masing-masing daerah, yang selanjutnya dapat dikembangkan menjadi industri perbenihan modern. Pada tahap berikutnya daerah-daerah yang memiliki kesamaan agroklimat dapat mengembangkan jenjang benih yang lebih tinggi seperti jenjang benih induk,
6. Dukungan Industri Agro-otomotif dalam pengembangan sistem agribisnis.
Dalam rangka memodernisasi agribisnis daerah, perlu pengembangan banyak jenis dan ragam produk industri agro-otomotif untuk kepentingan setiap sub sistem agribisnis. Untuk kondisi di Indonesia yang permasalahannya adalah skala pengusahaan yang relatif kecil, tidak ekonomis bila seorang petani memiliki produk agro-otomotif karena harganya terlalu mahal. Oleh karena itu perlu adanya rental Agro-otomotif yang dilakukan oleh Koperasi Petani atau perusahaan agro-otomotif itu sendiri.
Dukungan Industri Pupuk dalam pengembangan sistem agribisnis.
Pada waktu yang akan datang industri pupuk perlu mengembangkan sistem Networking baik vertikal(dari hulu ke hilir) maupun Horisontal (sesama perusahaan pupuk), yaitu dengan cara penghapusan penggabungan perusahaan pupuk menjadi satu dimana yang sekarang terjadi adalah perusahaan terpusat pada satu perusahaan pupuk pemerintah. Oleh karena perusahaan-perusahaan pupuk harus dibiarkan secara mandiri sesuai dengan bisnis intinya dan bersaing satu sama lain dalam mengembangkan usahanya. Sehingga terjadi harmonisasi integrasi dalam sistem agribisnis. Serta perlu dikembangkan pupuk majemuk, bukan pupuk tunggal yang selama ini dikembangkan.
7. Pengembangan Sistem Agribisnis melalui Reposisi Koperasi Agribisnis.
Perlu adanya perubahan fungsi/paradigma Koperasi Agribisnis, yaitu untuk:
a. Meningkatkan kekuatan debut-tawar (bargaining position) para anggotanya.
b. Meningkatkan daya saing harga melalui pencapaian skala usaha yang lebih optimal.
c. Menyediakan produk atau jasa, yang jika tanpa koperasi tidak akan tersedia.
d. Meningkatkan peluang pasar
e. Memperbaiki mutu produk dan jasa
f. Meningkatkan pendapatan
g. Menjadi Wahana Pengembangan ekonomi rakyat
h. Menjadikan koperasi sebagai Community based organization, keterkaitan koperasi dengan anggota dan masyarakat sekitar merupakan hal yang paling esensial dalam memperjuangkan kepentingan rakyat.
i. Melakukan kegiatan usaha yang sejalan dengan perkembangan kegiatan ekonomi anggota.
j. Perlu mereformasi diri agar lebih fokus pada kegiatan usahanya terutama menjadi koperasi pertanian dan mengembangkan kegiatan usahanya sebagai koperasi agribisnis. Perlu kegiatan-kegiatan usaha yang mendukung distribusi, pemasaran dan agroindustri berbasis sumberdaya lokal serta perlu melakukan promosi untuk memperoleh citra positif layaknya sebuah koperasi usaha misalnya: Koperasi Agribisnis atau Koperasi Agroindustri atau Koperasi Agroniaga yang menangani kegiatan usaha mulai dari hulu sampai ke hilir.
8. Pengembangan Sistem Agribisnis melalui pengembangan sistem informasi agribisnis. Dalam membangun sistem informasi agribisnis, ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan adalah informasi produksi, informasi proses, distribusi, dan informasi pengolahan serta informasi pasar.
9. Tahapan pembangunan cluster Industri Agribisnis.
Tahapan pembangunan sistem agribisnis di Indonesia:
a. Tahap kelimpahan faktor produksi yaitu Sumberdaya Alam dan Tenaga Kerja tidak terdidik. Serta dari sisi produk akhir, sebagian besar masih menghasilkan produk primer. Perekonomian berbasis pada pertanian.
b. Akan digerakkan oleh kekuatan Investasi melalui percepatan pembangunan dan pendalaman industri pengolahan serta industri hulu pada setiap kelompok agribisnis. Tahap ini akan menghasilkan produk akhir yang didominasi padat modal dan tenaga kerja terdidik, sehingga selain menambah nilai tambah juga pangsa pasar internasional. Perekonomian berbasis industri pada agribisnis.
c. Tahap pembangunan sistem agribisnis yang didorong inovasi melalui kemajuan teknologi serta peningkatan Sumberdaya manusia.Tahap ini dicirikan kemajuan Litbang pada setiap sub sistem agribisnis sehingga teknologi mengikuti pasar. Perekonomian akan beralih dari berbasis Modal ke perekonomian berbasis Teknologi.
10. Membumikan pembangunan sistem Agribisnis dalam otonomi daerah
Pembangunan Ekonomi Desentralistis-Bottom-up, yang mengandalkan industri berbasis Sumberdaya lokal. Pembangunan ekonomi nasional akan terjadi di setiap daerah.
11. Dukungan perbankan dalam pengembangan sistem agribisnis di daerah.
Untuk membangun agribisnis di daerah, peranan perbankan sebagai lembaga pembiayaan memegang peranan penting. Ketersediaan skim pembiayaan dari perbankan akan sangat menentukan maju mundurnya agribisnis daerah. Selama ini yang terjadi adalah sangat kecilnya alokasi kredit perbankan pada agribisnis daerah, khususnya pada on farm agribisnis. Selama 30 tahun terakhir, keluaran kredit pada on farm agribisnis di daerah hanya kurang dari 20 % dari total kredit perbankan. Padahal sekitar 60 % dari penduduk Indonesia menggantungkan kehidupan ekonominya pada on farm agribisnis. Kecilnya alokasi kredit juga disebabkan dan diperparah oleh sistem perbankan yang bersifat Branch Banking System. Sistem Perbankan yang demikian selama ini, perencanaan skim perkreditan (jenis, besaran, syarat-syarat) ditentukan oleh Pusat bank yang bersangkutan/sifatnya sentralistis, yang biasanya menggunakan standart sektor non agribisnis, sehingga tabungan yang berhasil dihimpun didaerah, akan disetorkan ke pusat, yang nantinya tidak akan kembali ke daerah lagi. Oleh karena itu perlunya reorientasi Perbankan, yaitu dengan merubah sistem perbankan menjadi sistem Unit Banking system (UBS), yakni perencanaan skim perkreditan didasarkan pada karakteristik ekonomi lokal. Kebutuhan kredit antara subsistem agribisnis berbeda serta perbedaan juga terjadi pada setiap usaha dan komoditas. Prasyarat agunan kredit juga disesuaikan. Disamping agunan lahan atau barang modal lainnya, juga bisa penggunaan Warehouse Receipt System (WRS) dapat dijadikan alternatif agunan pada petani. .WRS adalah suatu sistem penjaminan dan transaksi atas surat tanda bukti (Warehouse Receipt).
12. Pengembangan strategi pemasaran
Pengembangan strategi pemasaran menjadi sangat penting peranannya terutama menghadapi masa depan, dimana preferensi konsumen terus mengalami perubahan, keadaan pasar heterogen. Dari hal tersebut, sekarang sudah mulai mengubah paradigma pemasaran menjadi menjual apa yang diinginkan oleh pasar (konsumen). Sehingga dengan berubahnya paradigma tersebut, maka pengetahuan yang lengkap dan rinci tentang preferensi konsumen pada setiap wilayah, negara, bahkan etnis dalam suatu negara, menjadi sangat penting untuk segmentasi pasar dalam upaya memperluas pasar produk-produk agribisnis yang dihasilkan. Selain itu diperlukan juga pemetaan pasar (market mapping) yang didasarkan preferensi konsumen, yang selanjutnya digunakan untuk pemetaan produk (product mapping).. Selain itu juga bisa dikembangkan strategi pemasaran modern seperti strategi aliansi antar produsen, aliansi produsen-konsumen, yang didasarkan pada kajian mendalam dari segi kekuatan dan kelemahan.
13. Pengembangan sumberdaya agribisnis. Dalam pengembangan sektor agribisnis agar dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan pasar, diperlukan pengembangan sumberdaya agribisnis, khususnya pemanfaatan dan pengembangan teknologi serta pembangunan kemampuan Sumberdaya Manusia (SDM) Agribisnis sebagai aktor pengembangan agribisnis. Dalam pengembangan teknologi, yang perlu dikembangkan adalah pengembangan teknologi aspek: Bioteknologi, teknologi Ekofarming, teknologi proses, teknologi produk dan teknologi Informasi. Sehingga peran Litbang sangatlah penting. Untuk mendukung pengembangan jaringan litbang diperlukan pengembangan sistem teknologi informasi yang berperan mengkomunikasikan informasi pasar, mengefektifkan arus informasi antar komponen jaringan, mengkomunikasikan hasil-hasil litbang kepada pengguna langsung dan mengkomunikasikan konsep dan atribut produk agribisnis kepada konsumen. Dalam pengembangan SDM Agribisnis perlu menuntut kerjasama tim (team work) SDM Agribisnis yang harmonis mulai dari SDM Agribisnis pelaku langsung dan SDM Agribisnis pendukung sektor agribisnis.
14. Penataan dan pengembangan struktur Agribisnis. Struktur agribisnis yang tersekat-sekat telah menciptakan masalah transisi dan margin ganda. Oleh karena itu penataan dan pengembangan struktur agribisnis nasional diarahkan pada dua sasaran pokok yaitu:
a. Mengembangkan struktur agribisnis yang terintegrasi secara vertikal mengikuti suatu aliran produk (Product Line) sehingga subsektor agribisnis hulu, subsektor agribisnis pertanian primer dan subsektor agribisnis hilir berada dalam suatu keputusan manajemen.
b. Mengembangkan organisasi bisnis (ekonomi) petani/koperasi agribisnis yang menangangani seluruh kegiatan mulai dari subsistem agribisnis hulu sampai dengan subsistem agribisnis hilir, agar dapat merebut nilai tambah yang ada pada subsistem agribisnis hulu dan subsistem agribisnis hilir.
Dalam penataan tersebut, ada 3 bentuk :
1. Pengembangan koperasi agribisnis dimana petani tetap pada subsektor agribisnis usahatani, sementara kegiatan subsektor agribisnis hulu dan hilir ditangani koperasi agribisnis milik petani.
2. Pengembangan Agribisnis Integrasi Vertikal dengan pola usaha patungan (Joint Venture). Pada bentuk ini pelaku ekonomi pada subsektor hulu, primer dan hilir yang selama ini dikerjakan sendiri-sendiri harus dikembangkan dalam perusahaan agribisnis bersama yang dikelola oleh orang-orang profesional.
3. Pengembangan Agribisnis Integratif Vertikal dengan pola pemilikan Tunggal/Grup/Publik, yang pembagian keuntungannya didasarkan pada pemilikan saham
15. Pengembangan Pusat Pertumbuhan Sektor Agribisnis. Perlu perubahan orientasi lokasi agroindustri dari orientasi pusat-pusat konsumen ke orientasi sentra produksi bahan baku, dalam hal ini untuk mengurangi biaya transportasi dan resiko kerusakan selama pengangkutan. Oleh karena itu perlu pengembangan pusat-pusat pertumbuhan sektor agribisnis komoditas unggulan yang didasarkan pada peta perkembangan komoditas agribisnis, potensi perkembangan dan kawasan kerjasama ekonomi. Serta berdasar Keunggulan komparatif wilayah. Perencanaan dan penataan perlu dilakukan secara nasional sehingga akan terlihat dan terpantau keunggulan setiap propinsi dalam menerapkan komoditas agribisnis unggulan yang dilihat secara nasional/kantong-kantong komoditas agribisnis unggulan, yang titik akhirnya terbentuk suatu pengembangan kawasan agribisnis komoditas tertentu.
16. Pengembangan Infrastruktur Agribisnis. Dalam pengembangan pusat pertumbuhan Agribisnis, perlu dukungan pengembangan Infrastruktur seperti jaringan jalan dan transportasi (laut, darat, sungai dan udara), jaringan listrik, air, pelabuhan domestik dan pelabuhan ekspor dan lain-lain.
17. Kebijaksanaan terpadu pengembangan agribisnis. Ada beberapa bentuk kebijaksanaan terpadu dalam pengembangan agribisnis.
a. Kebijaksanaan pengembangan produksi dan produktivitas ditingkat perusahaan.
b. Kebijaksanaan tingkat sektoral untuk mengembangkan seluruh kegiatan usaha sejenis.
c. Kebijaksanaan pada tingkat sistem agribisnisyang mengatur keterkaitan antara beberapa sektor.
d. Kebijaksanaan ekonomi makro yang mengatur seluruh kegiatan perekonomian yang berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap agribisnis.
Beberapa kebijaksanaan operasional untuk mengatasi masalah dan mengembangkan potensi, antara lain:
1. Mengembangkan forum komunikasi yang dapat mengkoordinasikan pelaku-pelaku kegiatan agribisnis dengan penentu-penentu kegiatan agribisnis dengan penentu-penentu kebijaksanaan yang dapat mempengaruhi sistem agribisnis keseluruhan, atau subsistem didalam agribisnis.
2. Forum tersebut terdiri dari perwakilan departemen terkait.
3. Mengembangkan dan menguatkan asosiasi pengusaha agribisnis.
4. Mengembangkan kegiatan masing-masing subsistem agribisnis untuk meningkatkan produktivitas melalui litbang teknologi untuk mendorong pasar domestik dan internasional.
18. Pengembangan agribisnis berskala kecil. Ada 3 kebijaksanaan yang harus dilakukan adalah:
a. Farming Reorganization
Reorganisasi jenis kegiatan usaha yang produktif dan diversifikasi usaha yang menyertakan komoditas yang bernilai tinggi serta reorganisasi manajemen usahatani. Dalam hal ini disebabkan karena keterbatasan lahan yang rata-rata kepemilikan hanya 0,1 Ha.
b. Small-scale Industrial Modernization
Modernisasi teknologi, modernisasi sistem, organisasi dan manajemen, serta modernisasi dalam pola hubungan dan orientasi pasar.
c. Services Rasionalization
Pengembangan layanan agribisnis dengan rasionalisasi lembaga penunjang kegiatan agribisnis untuk menuju pada efisiensi dan daya saing lembaga tersebut. Terutama adalah lembaga keuangan pedesaan, lembaga litbang khususnya penyuluhan.
19. Pembinaan Sumberdaya Manusia untuk mendukung pengembangan agribisnis dan ekonomi pedesaan. Dalam era Agribisnis, aktor utama pembangunan agribisnis dan aktor pendukung pembangunan agribisnis perlu ada pembinaan kemampuan aspek bisnis, manajerial dan berorganisasi bisnis petani serta peningkatan wawasan agribisnis. Dalam hal ini perlu reorientasi peran penyuluhan pertanian yang merupakan lembaga pembinaan SDM petani. Oleh karena itu perlu peningkatan pendidikan penyuluh baik melalui pendidikan formal, kursus singkat, studi banding. Serta perlu perubahan fungsi BPP yang selama ini sebagai lembaga penyuluhan agro-teknis, menjadi KLINIK KONSULTASI AGRIBISNIS
20. Pemberdayaan sektor agribisnis sebagai upaya penaggulangan krisis pangan dan Devisa. Perlu langkah-langkah reformasi dalam memberdayakan sektor agribisnis nasional, yaitu:
a. Reformasi strategi dan kebijakan industrialisasi dari industri canggih kepada industri agribisnis domestik.
b. Kebijakan penganekaragaman pola konsumsi berdasar nilai kelangkaan bahan pangan.
c. Reformasi pengelolaan agribisnis yang integratif, yaitu melalui satu Departemen yaitu DEPARTEMEN AGRIBISNIS
d. Pengembangan agribisnis yang integrasi vertikal dari hulu sampai hilir melalui koperasi agribisnis.